Apa Itu Deforestasi dan Degradasi Hutan? Mengapa Keduanya Penting untuk Emisi?
Deforestasi adalah proses penghilangan seluruh tutupan hutan dan konversi lahan hutan menjadi lahan lain (misalnya pertanian, perkebunan, pemukiman). Sedangkan degradasi hutan adalah penurunan kualitas dan fungsi hutan, misalnya lewat penebangan selektif, pembakaran, kebakaran liar atau pembukaan sebagian yang dilakukan tanpa harus mengubah tutupan hutan secara penuh.
Hutan memiliki peran sangat besar dalam siklus karbon: hutan menyerap karbon dioksida (CO₂) melalui fotosintesis, menyimpannya dalam biomassa dan tanah, dan membantu mengatur iklim global.
Saat hutan rusak atau dibuka, karbon yang tersimpan dilepas ke atmosfer, meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK).
Beberapa fakta utama:
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), deforestasi dan degradasi hutan menyumbang sekitar 11% dari emisi karbon global yang berasal dari aktivitas industri dan bahan bakar fosil.
Studi menunjukkan bahwa degradasi hutan saja melepaskan sekitar 2,1 miliar ton CO₂ per tahun di 74 negara berkembang selama 2005-2010.
Proyeksi lain menyebut bahwa kombinasi deforestasi dan degradasi hutan tropis melepaskan antara 5,1 hingga 8,36 miliar ton CO₂ per tahun, atau sekitar 14-21% dari emisi manusia.
Dengan demikian, pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan adalah kunci dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Baca Juga: Dampak Deforestasi: Ancaman Serius Bagi Alam dan Lingkungan
Bagaimana Deforestasi dan Degradasi Hutan Melepas Emisi?
Beberapa mekanisme utama:
- Penghilangan Biomassa Hutan, Saat hutan ditebang atau dibersihkan, karbon yang tersimpan dalam kayu dan vegetasi dilepaskan sebagai CO₂. Contoh: Indonesia mencatat biomassa yang dilepas dari deforestasi sebagai bagian besar dari total emisi hutan.
- Pembukaan dan Kebakaran Hutan, Kebakaran hutan dan pembakaran setelah pembukaan lahan melepaskan karbon dalam jumlah besar, termasuk dari lapisan tanah dan gambut.
- Degradasi Hutan (logging, pembakaran selektif, pengambilan kayu bakar), Walaupun tutupan hutan masih ada, kualitas hutan menurun dan kapasitas penyimpanan karbon menurun; efeknya menyumbang emisi besar.
- Hilangnya Kemampuan Penyerapan Karbon, Hutan yang rusak atau berkurang luasannya tidak bisa lagi menyerap karbon sebanyak semula, sehingga keseimbangan karbon terganggu.

Strategi Utama Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan
Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan oleh para pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, perusahaan, masyarakat – untuk mengurangi emisi terkait hutan:
Penguatan Kebijakan dan Regulasi Hutan
- Menteri, pemerintah daerah dan lembaga hutan harus memiliki regulasi yang jelas untuk melindungi kawasan hutan dan mencegah alih fungsi yang tidak terkendali.
- Menerapkan batasan pada pembukaan lahan baru, lisensi pertambangan atau perkebunan di hutan alam.
- Mendorong skema kompensasi dan insentif bagi pemilik hutan atau masyarakat yang menjaga hutan.
- Implementasi skema REDD+ (Reduced Emissions from Deforestation and Degradation) yang menyediakan insentif keuangan untuk negara atau komunitas yang berhasil menurunkan emisi dari deforestasi dan degradasi.
Perbaikan Praktik Pengelolaan Lahan dan Hutan
- Menghindari pembukaan hutan baru, dan bila dibuka, menggunakan metode yang minim emisi (contoh: pembukaan lahan secara selektif, pemulihan pasca-alih fungsi).
- Memastikan praktik kayu, pulp dan kertas memiliki standar keberlanjutan (misalnya sertifikasi FSC) dan rantai pasoknya transparan.
- Memperkuat pengawasan terhadap pembalakan liar, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta konversi gambut yang berisiko tinggi melepas karbon.
Reforestasi, Restorasi Ekosistem dan Pemulihan Hutan
- Menanam kembali atau memulihkan hutan yang rusak atau terdegradasi (restorasi ekosistem) untuk mengembalikan fungsi penyimpanan karbon.
- Fokus pada ekosistem gambut dan mangrove yang menyimpan karbon sangat besar per hektarnya.
- Mendorong masyarakat lokal dan pemilik lahan untuk terlibat aktif dalam pemulihan dan manfaat ekonomi dari hutan lestari.
Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi (MRV) Emisi Hutan
- Membangun sistem yang dapat memantau perubahan tutupan dan kondisi hutan secara akurat (misalnya via citra satelit, drone, ground-check).
- Mengukur emisi dari deforestasi dan degradasi secara transparan agar dapat dilaporkan dalam NDC (Nationally Determined Contributions) masing-masing negara.
- Memberlakukan sistem verifikasi independen dan audit supaya data dapat dipercaya dan menjadi dasar kebijakan atau insentif keuangan.
Kemitraan dan Insentif Ekonomi
- Melibatkan sektor swasta, komunitas lokal, dan lembaga keuangan dalam upaya pengurangan emisi hutan.
- Skema pembayaran jasa ekosistem (PES), sertifikasi karbon, atau kredit karbon hutan bisa menjadi mekanisme insentif.
- Mendorong konsumsi yang bertanggung jawab dan supply chain yang bebas deforestasi — misalnya produk agrikultur (sawit, karet, soy) dan kayu.
Apa Tantangan Utama dan Peluang di Indonesia?
Tantangan:
- Alih fungsi lahan hutan untuk pertanian, perkebunan sawit, pemukiman dan infrastruktur terus berlanjut.
- Degradasi hutan sering sulit terdeteksi dan diukur dibanding deforestasi total; data bisa kurang lengkap.
- Gambut dan lahan rawa menyimpan karbon sangat besar — pembukaan atau kebakaran di area ini bisa melepaskan emisi besar.
- Keterbatasan kapasitas monitoring, pengawasan, dan implementasi regulasi di lapangan.
Peluang:
- Indonesia sebagai negara dengan hutan tropis luas bisa menjadi pemimpin global dalam pengurangan emisi hutan melalui upaya nasional.
- Skema REDD+ dan kredit karbon hutan menawarkan kesempatan ekonomi bagi masyarakat lokal yang menjaga hutan.
- Restorasi ekosistem gambut dan mangrove memberikan manfaat besar bagi penyimpanan karbon dan perlindungan pesisir.
- Permintaan global untuk produk yang “deforestation-free” semakin meningkat — memungkinkan Indonesia mengembangkan supply chain yang lebih lestari dan berkelanjutan.
Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan bagian tak terpisahkan dari strategi mitigasi perubahan iklim global. Dengan pengelolaan hutan yang lebih baik, pemulihan ekosistem, regulasi yang kuat, serta sistem monitoring yang transparan, kita bisa mengurangi emisi yang dilepas dari hutan dan sekaligus meningkatkan kapasitas penyerapan karbon.
Setiap langkah kecil, dari kebijakan nasional hingga tindakan komunitas lokal sehingga bisa berkontribusi pada masa depan yang lebih bersih dan hijau.
Peran PT Wastec International dalam Pengelolaan Limbah B3
Di tengah kondisi iklim yang semakin tidak menentu, pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) menjadi semakin penting. Limbah B3 yang tidak dikelola dengan baik bisa mencemari tanah dan air, memperparah krisis lingkungan yang sedang terjadi. PT Wastec International hadir sebagai solusi terpercaya dalam pengelolaan limbah B3 secara profesional, ramah lingkungan, dan sesuai regulasi pemerintah. Berpengalaman selama 20 tahun dalam bidang jasa pengelolaan limbah B3 di Indonesia dan telah melayani ribuan perusahaan multinasional, korporasi, pemerintahan, hingga layanan kesehatan. Didukung dengan fasilitas pengolahan limbah yang lengkap dan tenaga ahli yang berkompeten, PT Wastec International membantu mewujudkan Indonesia yang asri dan sehat.



